Drs.H.Sholikhin Jamik,SH., M.H.
Dikutip dari pemberitaan di sejumlah media massa, salah satu dampak pandemi COVID-19 adalah meningkatnya angka kehamilan yang terjadi hingga bulan Ramadan saat ini.
Kondisi tersebut berdampak pada hukum fikih terkait cara mengqada puasa (kewajiban mengganti ibadah puasa di luar waktu yang telah ditentukan) dan cara membayar fidiah (denda) yang harus dibayar oleh seorang muslim karena meninggalkan atau melanggar salah satu ketentuan dalam ibadah puasa Ramadan.
Ada beberapa golongan dalam Islam yang tidak diwajibkan menjalankan puasa di bulan Ramadan, di antaranya adalah ibu yang sedang hamil atau menyusui.
Meninggalkan puasa Ramadan boleh dilakukan oleh ibu yang sedang hamil atau menyusui yang khawatir terhadap kesehatan diri dan bayinya. Sebagai gantinya, mereka diwajibkan mengqada puasa yang ditinggalkan di luar bulan Ramadan dan atau membayar fidiah.
Berikut ini ketentuan mengqada puasa Ramadan dan pembayaran fidiah bagi ibu yang sedang hamil atau menyusui:
Ketentuan Qada Puasa
Menurut Abdurrahman al-Juzairi dalam al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba’ah, qada puasa bagi ibu hamil atau menyusui dibagi dalam tiga kelompok.
Kelompok pertama yaitu ibu hamil atau menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir akan kesehatan dirinya sendiri. Kelompok kedua yaitu ibu hamil atau menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir akan kesehatan janin atau bayinya. Dan kelompok ketiga yaitu ibu hamil atau menyusui yang tidak berpuasa karena khawatir akan kesehatan diri sendiri dan janin atau bayinya.
Ketentuan qada puasa untuk ketiga golongan tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kelompok pertama dan kedua dapat mengqada sejumlah hari puasa yang ditinggalkan di luar bulan Ramadan.
2. Untuk kelompok ketiga, selain mengqada puasa di luar bulan Ramadan, kelompok ini juga diwajibkan membayar fidiah untuk sejumlah hari puasa yang ia tinggalkan.
Sedangkan merujuk pada pendapat ulama Mazhab Hanafiyah, sebagaimana fatwa yang dikutip dari Majelis Tajrih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, perempuan hamil atau menyusui yang tidak berpuasa secara penuh pada Ramadan, wajib menggantinya dengan membayar fidiah sejumlah hari ia tidak berpuasa. Selanjutnya, perempuan tersebut tidak perlu lagi mengganti puasanya pada hari lain selepas bulan Ramadan.
Fatwa ini dirujuk dari firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 184, yang berbunyi:
“Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidiah, (yaitu) memberi makan seorang miskin.”
Besaran Fidiah
Menurut Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, besaran fidiah yang wajib dibayarkan ibu hamil atau menyusui adalah senilai dengan bahan pangan 0,6 kilogram beras, yang setara dengan ¾ liter beras untuk satu hari puasa.
Bahan pangan ini dapat diganti dengan uang senilai bahan pangan tersebut. Fidiah juga bisa diberikan dalam bentuk makanan pokok dengan tambahan lauk pauk selayaknya yang lazim dikonsumsi masyarakat.
Selain itu, tata cara pembayaran fidiah juga dapat dilakukan sekaligus (memberikan total fidiah sejumlah hari yang ditinggalkan) atau diberikan bertahap setiap hari, sejumlah hari puasa yang ditinggalkan.
Fidiah boleh diberikan kepada satu orang miskin saja. Jika fidiah berupa makanan siap santap, pembayarannya dapat dilakukan setiap hari sejumlah hari puasa yang ditinggalkan.
Selain ibu yang sedang hamil atau menyusui, ada beberapa golongan lain yang tidak diwajibkan menjalankan puasa Ramadan yang dapat diganti dengan membayar fidiah, yaitu orang yang sedang sakit yang sulit untuk dapat sembuh, dan orang yang telah berusia lanjut serta lemah, sehingga tak mampu untuk berpuasa. (*/imm)
Penulis: Panitera Pengadilan Agama Bojonegoro